BAB III
UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK DARFUR : DARI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) KE INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC)
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Dewan Keamanan (DK) berupaya menyelesaikan konflik Darfur, dengan mengeluarkan beberapa resolusi. Terdapat resolusi yang memutuskan dibentuknya pasukan-pasukan perdamaian untuk dikirimkan ke Sudan. Pasukan perdamaian diberikan mandat untuk mengawasi dan menjaga proses perdamaian, melindungi penduduk sipil dan lain-lain. Resolusi 1593 tahun 2005, merupakan resolusi yang penting karena resolusi tersebut PBB menyerahkan permasalahan Darfur ke International Criminal Court (ICC) untuk diselesaikan. Penyelidikan dilakukan oleh Jaksa Penuntut Luis Moreno-Ocampo dan melalui Pre-Trial Chamber memutuskan Presiden Bashir bersalah dan didakwa telah melakukan tindak kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Berdasarkan putusan tersebut Bashir diperintahkan untuk ditangkap.
|
A. Awal Perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa Terhadap Konflik Darfur
Salah satu masalah yang menjadi perhatian dari PBB yaitu mengenai perdamaian dan keamanan internasional. Semenjak PBB dibentuk organisasi ini sering diminta bantuannya untuk mencegah pertikaian supaya tidak berubah menjadi peperangan, memberikan nasihat-nasihat kepada mereka yang bertikai untuk melakukan perundingan-perundingan dan tidak menggunakan kekuatan senjata, serta membantu pemulihan situasi ketika pecah konflik.[75]
Konflik Darfur yang telah menelan banyak korban, menjadi perhatian masyarakat internasional tak terkecuali PBB yang menyatakan bahwa konflik tersebut merupakan bencana kemanusiaan yang paling besar. Melihat buruknya situasi dan kondisi yang ada disana membuat PBB untuk ikut campur dalam penyelesaian masalah tersebut. Pada tahun 2004, Dewan Kemanan (DK) PBB mengeluarkan pernyataan mereka berdasarkan dengan resolusi. Resolusi-resolusi tersebut dikeluarkan dengan tujuan agar pemerintah Sudan segera mengambil langkah-langkah yang kongkrit untuk menyelesaikan persoalan Darfur secepat mungkin. Mengingat banyaknya warga sipil yang menjadi korban dan memberikan kesengsaraan bagi kehidupan mereka.
Menurut laporan dari International Commission of Inquiry on Darfur berdasarkan penyelidikan atas situasi Dafrur dengan mengumpulkan informasi-informasi yang didapatkan dari berbagai sumber.[76] Komisi akhirnya menetapkan bahwa pemerintah Sudan dan Janjaweed bertanggung jawab atas situasi yang terjadi di Darfur.[77] Mereka bertanggung jawab terhadap pelanggaran atas hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional.[78] Komisi menemukan bukti bahwa pasukan pemerintah Sudan dan Janjaweed tanpa pandang bulu telah melakukan serangan kepada warga sipil berupa pembunuhan, penyiksaan, penghilangan secara paksa, penghancuran desa-desa, pemerkosaan, kekerasan seksual lainnya.
Terdapat pula perampokan, pemaksaan perpindahan penduduk yang mana tindakan ini semua dilakukan dengan sistematis, luas dan dalam skala yang besar. Serangan ini menimbulkan korban berjatuhan mayoritas berasal dari suku Fur, Massalit dan Zaghawa yang merupukan keturunan Afrika.[79] Komisi juga melkukan identifikasi kepada individu-individu yang terlibat didalam konflik. Memberikan saran kepada DK untuk menyerahkan masalah Darfur ke ICC. Hal ini dikarenakan Komisi melihat tidak dapat dan tidak adanya keinginan dari pengadilan Sudan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di negaranya. Oleh karena itu komisi menunjuk ICC sebagai tempat yang tepat untuk menyelesaikan konflik.
B. Resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB Mengenai Konflik Darfur
Sejak PBB ikut campur menangani persoalan Darfur, Dewan Keamanan banyak mengeluarkan resolusi-resolusi terkait hal tersebut. Resolusi DK diantaranya;
1. RESOLUSI 1547 TAHUN 2004
Dewan Keamanan PBB mendukung keikutsertaan dari Inter Governmental Authority for Development (IGAD) di dalam menyelesaikan komflik Darfur.[80] IGAD berupaya melakukan proses-proses perundingan agar terciptanya perjanjian antara pihak-pihak yang bersengketa, memfasilitasi perundingan yang akan dilakukan di Nairobi Kenya pada tanggal 20 Juli 2002 yang menghasilkan Protokol Machakos.[81] PBB berkomitmen untuk menjaga kedaulatan, kemerdekaan serta persatuan dan kesatuan di Sudan. Perundingan-perundingan yang berusaha dilakukan oleh IGAD agar dapat terlaksana dengan baik, DK memutuskan untuk membentuk suatu pasukan khusus yang memiliki misi politik di Sudan yaitu United Nations Advance Mission in Sudan (UNAMIS). UNAMIS dipimpin oleh wakil yang ditugaskan oleh PBB yaitu Jan Pronk, pasukan ini didirikan untuk memfasilitasi proses perdamaian yang dilakukan oleh IGAD, menjalankan operasi perdamaian PBB.[82]
2. RESOLUSI 1556 TAHUN 2004
Dewan Keamanan menuntut kepada pemerintah Sudan untuk melucuti persenjataan yang dimiliki oleh pasukan Janjaweed, menangkap dan membawa para pemimpin pasukan Janjaweed untuk diadili. Karena telah melakukan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional. Meminta kepada pemerintah Sudan untuk mengambil langkah-langkah pencegahan atas adanya upaya penjualan dan pemasokan persenjataan bagi pasukan Janjaweed, individu-individu dan seluruh kesatuan non-pemerintah yang melakukan operasi militer di Darfur. Perlengkapan persenjataan yang dimaksud berupa pesawat terbang, kendaraan militer beserta peralatan-peralatannya, senjata dan amunisi-amunisinya, suku cadang dari perlengkapan persenjataan tersebut dan laian-lain.[83]
3. RESOLUSI 1564 TAHUN 2004
Menyambut dan mendukung maksud dan tujuan dari Uni Afrika yang ingin menambah dan memperbesar misi pengawasan di Darfur, serta mendukung tindakan pengawasan yang proaktif. Meminta kepada seluruh anggota PBB untuk membantu Uni Afrika dalam upayanya memberikan perlengkapan logistik, keuangan, bahan-bahan pokok, dan kebutuhan lainnya yang sangat penting.[84] DK meminta kepada pemerintah untuk mengizinkan para pengungsi, Internally Displaced Persons, untuk kembali ke rumah mereka, ke wilayah mereka, dengan sukarela serta memberikan mbantuan kepada mereka. Selain itu dibentuk pula International Commission of Inquiry on Darfur.
4. RESOLUSI 1574 TAHUN 2004
Mengkhawatirkan keadaan dan situasi di Darfur yang mana akibatnya dapat membahayakan stabilitas wilayah tersebut serta perdamaian dunia. Mendukung atas upaya yang dilakukan oleh pemerintah Sudan dengan kelompok pemberontak untuk menandatangani perjanjian perdamaian komprehensif. Menunjukkan komitmen mereka atas keputusan tersebut untuk membantu masyarakat Sudan dalam upaya mereka menciptakan perdamaian, persatuan dan kesatuan serta menjadi bangsa yang makmur.[85]
5. RESOLUSI 1585 TAHUN 2005
Dewan Kemanan memutuskan untuk memperpanjang mandat dari UNAMIS yang dibentuk berdasarkan resolusi 1547 sampai tanggal 17 Maret 2005.[86]
6. RESOLUSI 1588 TAHUN 2005
Menegaskan kembali akan kesiagaan PBB untuk mendukung proses perdamaian sehingga Dewan Keamanan memutuskan memperpanjang untuk kedua kalinya mandat dari UNAMIS sampai tanggal 24 Maret 2005.[87]
7. RESOLUSI 1590 TAHUN 2005
Dewan Keamanan memutuskan untuk membentuk United Nations Mission in Sudan (UNMIS) untuk periode awal selama 6 bulan, yang terdiri dari 10.000 pasukan militer serta mengikut sertakan pasukan polisi yang berjumlah 715.[88] UNMIS diberikan tugas untuk mendukung pelaksanaan dan perjanjian perdamaian komprehensif, mengawasi dan memeriksa pelaksanaannya, melakukan penyelidikan apabila terjadinya pelanggaran. Menjadi penghubung dengan para pihak yang ingin menyumbangkan dan memberikan bantuan yang datang dari bilateral, untuk mengawasi pergerakan dari kelompok bersenjata, membantu untuk melucuti senjata dan mobilisasi.
8. RESOLUSI 1591 TAHUN 2005
Pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik Darfur yang tidak memenuhi komitmen mereka atas apa yang telah disepakati bersama, membuat Dewan Keamanan memutuskan untuk mengeluarkan perintah larangan berpergian bagi pejabat-pejabat Sudan. Selain itu diberlakukan pula pembekuan terhadap asset-aset yang dimiliki oleh pejabat pemerintah beserta para kelompok pemberontak.[89]
9. RESOLUSI 1593 TAHUN 2005
Situasi yang terjadi di Darfur semakin mengkhatirkan dan terus terjadi yang dapat mengancam perdamaian, Dewan Kemanan memutuskan untuk menyerahkan permasalahan Darfur ke International Criminal Court khususnya Jaksa Penuntut ICC. Meminta kepada pemerintah Sudan dan seluruh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya untuk bekerjasama memberikan informasi kepada Mahakamah dan Jaksa Penuntut. Meminta kepada Uni Afrika untuk ikut berperan aktif atas upaya yang dilakukan oleh Mahakamah dan juga Jaksa Penuntut agar dapat berjuang untuk mengakhiri individu-individu yang memiliki kekebalan terhadap hukum.[90]
PBB dan ICC merupakan dua lembaga yang berbeda, dimana ICC merupakan pengadilan yang independen dan permanen yang bukan bagian dari PBB. Meskipun demikian mereka mempunyai hubungan yang sangat baik, saling bekerjasama dan membantu untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul, yang dapat menganggu perdamaian. PBB dan ICC saling menghargai dan menghormati keberadaan masing-masing pihak beserta tugas dan fungsinya.[91] Kedua lembaga tersebut mempunyai sebuah perjanjian yang isinya mengatur bagaimana hubungan mereka. Mereka sepakat bahwa masing-masing pihak akan memberikan fasilitas-fasilitas untuk pelaksanaan dari tanggung jawab mereka, bekerjasama dengan seksama, saling bertukar informasi dan dokumen-dokumen yang mereka miliki. Persoalan konflik Darfur PBB dan ICC saling bekerjasama untuk menyelesaikannya. Mereka bertukar informasi yang diperlukan oleh Mahkamah didalam melakukan penyelidikan bagi Jaksa Penuntut Luis Moreno Ocampo.
No | Resolusi DK PBB | Tanggal | Keputusan |
1. | S/RES/1547 | 11 Januari 2004 | - Mendukung keterlibatan IGAD (Inter Governmental Authority for Development) - Membentuk pasukan khusus yang memiliki misi politik yaitu UNAMIS (United Nations Advance Mission in Sudan) |
2. | S/RES/1556 | 30 Juli 2004 | - Meminta kepada pihak-pihak yang terlibat konflik Darfur untuk melucuti persenjataan, menangkap para pemimpin pasukan militer untuk diadili - Meminta kepada pemerintah Sudan untuk melakukan pencegahan atas upaya penjualan dan pemasiokan senjata. |
3. | S/RES/1564 | 18 Sept. 2004 | - Mendukung keterlibatan Uni Afrika atas upaya untuk menyelesaikan konflik Darfur - Meminta kepada seluruh anggota PBB untuk membantu Uni Afrika - Membentuk sebuah komisi untuk menyelidiki situasi yang terjadi di Darfur yaitu Internasional Commission of Inquiry on Darfur |
4. | S/RES/1574 | 19 Nov. 2004 | Mendukung segala upaya penyelesaian konflik yang dilakukan pihak-pihak yang bertikai dengan menanda tangani perjanjian perdamaian komprehensif |
5. | S/RES/1585 | 10 Maret 2005 | Memperpanjang mandat UNAMIS yang dibentuk berdasarkan Resolusi 1547 sampai tanggal 17 Maret 2005 |
6. | S/RES/1588 | 17 Maret 2005 | Memperpanjang mandat UNAMIS untuk kedua kalinya hingga tanggal 24 Maret 2005 |
7. | S/RES/1590 | 24 Maret 2005 | Membentuk UNMIS (United Nations Mission in Sudan) yang ditugaskan selama 6 bulan untuk mendukung pelaksanaan perjanjian perdamaian. |
8. | S/RES/1591 | 29 Maret 2005 | Membekukan asset-aset yang dimiliki oleh pejabat pemerintah dan pemberontak serta larangan bepergian bagi mereka. |
9. | S/RES/1593 | 31 Maret 2005 | Menyerahkan konflik Darfur ke Internal Criminal Court |
Tabel 2. Daftar Resolusi-resolusi Dewan Keamanan atas Konflik Darfur
C. Sejarah Pembentukan International Criminal Court
Persiapan untuk pembentukan International Criminal Court pada tahun 1950, Majelis Umum PBB membentuk sebuah panitia Committee on International Criminal Jurisdiction yang bertugas untuk menyiapkan Statuta ICC.[92] Pada perkembangannya, panitia ini tidak berjalan baik dikarenakan adanya Perang Dingin. Pada tahun 1989, wacana untuk membentuk ICC kembali di dengungkan. Trinidad dan Tobago dalam sidang Komite IV Majelis Umum PBB yang mengatasi masalah hukum, mengusulkan kembali wacana tersebut. Trinidad dan Tobago mengusulkan agar diaktifkannya kembali International Law Commission (ILC) untuk menyusun rancangan Statuta ICC. Usulan tersebut direspon dengan baik oleh Majelis Umum PBB. ILC pada tahun 1994 telah menyusun rancangan Statuta ICC dan dibentuk pula Ad Hoc Committee on The Establishment of International Criminal Court oleh Majelis Umum. Setahun kemudian Komite ad hoc digantikan dengan Prepatory Committee on The Establishment of International Criminal Court untuk mempersiapkan pembentukan ICC, serta penyelenggaraan Konferensi Diplomatik di Italia tanggal 15-17 Juli 1998 yang diikuti oleh 130 negara.[93]
1. Pembentukan Pengadilan Internasional Setelah Perang Dunia II
Seiring berkembangnya konsep hak asasi manusia pasca terjadinya perang-perang di dunia yang menimbulkan bencana yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia. Muncul Mahkamah-mahkamah internasional yang didirikan untuk mengadili para pelaku kejahatan saat terjadinya perang. Mahkamah-mahkamah tersebut dibagi kedalam tiga periode yaitu periode Nuremberg and Tokyo Trial, periode International Criminal Tribunal for The former Yugoslavia dan International Criminal Tribunal for Rwanda, dan periode International Criminal Court.[94]
Nuremberg and Tokyo Trial, Mahkamah ini didirikan pasca Perang Dunia II yang bertujuan untuk mengadili para petinggi Nazi Jerman yang terlibat dalam Holocaust. Hal tersebut dilakukan berdasarkan London Charter 1945, melalui serangkaian negosiasi antara Amerika Serinkat, Inggris, Uni Soviet dan Perancis. Selama tahun 1945 sampai 1949 sekitar 200 orang telah di sidang di pengadilan ini, dan sisanya diadili di pengadilan militer biasa. Dakwaan yang diberikan kepada mereka yang diadili bermacam-macam mulai dari yang hanya memberikan ide, merencanakan, berkonspirasi, hingga terlibat langsung dalam kejahatan manusia di masa perang. Vonis yang dijatuhkan ada yang di hukum mati, dipenjara 10 tahun, di penjara seumur hidup atau di vonis bebas.
Pengadilan ini yang pertama kali menguraikan kejahatan internasional yang terjadi sampai saat ini yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, kejahatan yang mengancam perdamaian. Berdasarkan pengadilan ini dikenal pula pertama kalinya konsep individual criminal responsibility dimana mereka yang dianggap bertanggung jawab atas tindak pidana secara individu tidak hanya orang yang melakukannya tetapi juga yang memerintahkan untuk melakukan tindak kejahatan tersebut.[95]
Setelah periode Nuremberg and Tokyo Trial berakhir kemudian dibentuklah pengadilan bagi penjahat perang modern yang pertama yaitu International Criminar Tribunal for The former Yugoslavia (ICTY). Pengadilan ini memberikan sumbangan bagi pengembangan konsep individual criminal responsibility dan command responsibility.[96] Pengadilan ini telah mengadili para pemimpin militer Serbia pecahan dari negara Yugoslavia, yang mana mereka telah melakukan pembantain terhadap warga Muslim di Bosnia, Srebrenica, dan Herzegovina pada tahun 1991. Mereka yang di vonis bersalah seperti mantan Perdana Menteri Serbia Krajian, Vidoje Blagojevic, Ragon Jokic dan Radislav Krstic pemimpin tentara Serbia Bosnia.
Pengadilan berikutnya ialah International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) yang dibentuk berdasarkan resolusi DK PBB no.S/RES/955 tahun 1994.[97] Pengadilan ini didirikan bertujuan untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas tindak kejahatan internasional yaitu genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, pelanggaran terhadap seluruh Konvensi Jenewa tahun 1949 beserta Protokol tambahan II tahun 1977 pasal 4.[98] Pada saat konflik Hutu-Tutsi berlangsung, pasukan militer Hutu kurang lebih telah membantai 800.000 warga yang berasal dari suku Tutsi. Sekitar 6.500 orang telah disidang, beberapa orang lainnya disidang melalui pengadilan masal. Kedua pengadilan ini dinilai baik namun kinerja dari proses hukumnya berjalan sangat lamban sekitar 17 tahun.
2. Berdirinya Pengadilan Permanen International Criminal Court
Berdasarkan pengalaman-pengalaman diatas, pada tanggal 17 Juli 1998 diselenggarakan sebuah Konferensi Diplomatik PBB di Roma, Italia untuk mendirikan sebuah pengadilan internasional.[99] Konferensi tersebut membentuk sebuah Mahkamah yaitu International Criminal Court hasil itu diperoleh setelah mendapatkan dukungan dari 120 negara, 7 menolak dan 21 abstain. ICC merupakan pengadilan pidana internasional pertama yang permanen dan independen, tujuan didirikannya Mahkamah ialah untuk menegakkan keadilan, memutuskan kekebalan seseorang pelaku kejahatan terhadap hukum, untuk mengakhiri konflik, memperbaiki pengadilan ad hoc yang kurang berkinerja dengan baik.[100]
a. Statuta Roma Sebagai Landasan Hukum International Criminal Court
Pengadilan baru resmi keberadaannya pada tanggal 1 Juli 2002, setelah 60 negara meratifikasi Statuta Roma. ICC memiliki landasan hukum yaitu Statuta Roma, dan mempunyai badan-badan seperti kepresidenan, divisi banding, divisi pengadilan, divisi pra-pengadilan, kantor jaksa penuntut serta kepaniteraan.[101] Pembukaan Statuta Roma menjelaskan bagaimana telah terjadinya kekejaman yang tidak dapat dibayangkan, yang sangat mengguncang dunia. Mengakui bahwa kekejaman yang terjadi sangat mengancam perdamaian, keamanan dan kesejahteraan umat manusia di dunia.
Kejahatan yang menjadi perhatian dari dunia internasional tidak dapat dibiarkan begitu saja tanpa adanya hukuman, atau tuntutan ke pengadilan. Mahkamah berupaya untuk menghilangkan impunity atau kekebalan hukum bagi para pelaku kejahatan yang dinilai bersalah dan bertanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukan.[102] Mahkamah dapat menjalankan tugas, fungsi serta kekuasaannya didasarkan pada Statuta yang telah diputuskan sebelumnya terhadap suatu wilayah dari negara anggota maupun suatu wilayah yang bukan anggota dengan adanya perjanjian-perjanjian khusus.
1. Jurisdiksi Internasional Criminal Court
Statuta Roma merupakan landasan hukum bagi Mahkamah didalam menjalankan tugas dan fungsinya, menjatuhkan dakwaan kepada individu-individu yang didakwa bersalah sesuai dengan Jurisdiksi dari Mahkamah. Mahkamah mempunyai Jurisdiksi atas individu yang melakukan pelanggaran terhadap kejahatan yang sangat serius, yang menjadi perhatian masyarakat internasional. Jurisdiksi perkara (ratione materiae), Jurisdiksi waktu (ratione temporis), Jurisdiksi teritorial (ratione loci), Jurisdiksi individu (ratione personae).[103]
a. Jurisdiksi Perkara (Ratione Materiae)
ICC mempunyai Jurisdiksi mengenai pokok perkara yang menjadi perhatian utama yaitu genosida (genoside), kejahatan perang (war crimes), kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan agresi (agression).[104]
1. Genosida
Genosida menurut Statuta merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan seluruh atau sebagian dari kelompok etnis, kelompok nasional, ras maupun keagamaan. Tindakan-tindakan tersebut seperti;[105]
a. Membunuh anggota dari kelompok-kelompok tersebut,
b. Menimbulkan luka atau mental yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut,
c. Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik baik keseluruhan maupun sebagian,
d. Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut,
e. Memindahkan secara paksa anak-anak dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.
2. Kejahatan Perang
Kejahatan perang yang menjadi jurisdiksi dari Mahkamah berkaitan dengan tindakan yang dilakukan sebagai bagian dari suatu renacana atau kebijakan, sebagai bagian dari suatu pelaksanaan secara besar-besaran dari kejahatan tersebut. Kejahatan perang yang dimaksudkan oleh Statuta yaitu pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949. Pelanggaran terhadap orang-orang atau hak milik yang dilindungi berdasarkan ketentuan Konvensi yang berkaitan dengan;[106]
a. Pembunuhan yang dilakukan dengan sadar,
b. Penyiksaan atau perlakuan yang tidak manusiawi, termasuk percobaan biologis,
c. Secara sadar menyebabkan penderitaan berat atau luka serius terhadap badan atau kesehatan,
d. Perusakan yang luas dan perampasan hak milik yang tidak dibenarkan oleh kebutuhan meiliter dan dilakukan secara tidak sah dan tanpa alasan,
e. Memaksa seorang tawanan perang atau orang lain yang dilindungi untuk berdinas dalam pasukan dari suatu kekuatan yang bermusuhan,
f. Secara sadar merampas hak-hak seseorang tawanan perang atau orang lain yang dilindungi atas pengadilan yang jujur dan adil,
g. Deportasi yang tidak sah atau pemindahan atau penahanan yang tidak sah,
h. Serta menahan atau menyandera seseorang.
3. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan menurut Statuta merupakan suatu tindakan yang dilakukan sebgai bagian dari serangan yang luas atau sistematik yang ditujukkan kepada suatu kelompok penduduk sipil. Tindakan penyerangan tersebut seperti;[107]
a. Pembunuhan,
b. Pemusnahan,
c. Perbudakan,
d. Deportasi atau pemindahan penduduk secara paksa,
e. Memenjarakan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional,
f. Penyiksaan,
g. Pemerkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, penghamilan paksa, pemaksaan sterilisasi atau suatu bentuk kekerasan seksual lain yang cukup berat,
h. Penganiyaan terhadap suatu kelompok yang dapat diidentifikasi atau kolektifitas atas dasar politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, gender, atau atas dasar lain yang secara universal diakui sebagai tidak diijinkan berdasarkan hukum internasional yang berhubungan dengan setiap perbuatan yang dimaksud dalam ayat ini atau kejahatan yang berada dalam jurisdiksi Mahakamah,
i. Penghilangan secara paksa,
j. Kejahatan apartheid,
k. Perbuatan tidak manusiawi lainnya dengan sifat sama yang secara sengaja menyebabkan penderitaan berat atau luka serius terhadap badan atau mental serta kesehatan fisik.
b. Jurisdiksi Waktu (Ratione Temporis)
Perkara-perkara yang akan diadili oleh ICC sesuai Jurisdiksinya setelah mulai berlakunya Statuta Roma pada tanggal 1 Juli 2002.[108]
c. Jurisdiksi Teritorial (Ratione Loci)
1. Tindak pidana yang dilakukan di dalam wilayah suatu negara peserta Statuta dengan tidak melihat kewarganegaraan dari pelaku kejahatan.
2. Tindak pidana yang dilakukan dalam wilayah negara-negara yang menerima Jurisdiksi Pengadilan atas pernyataan ad hoc.
3. Tindak pidana yang dilakukan dalam wilayah suatu negara, atas dasar pelimpahan perkara oleh DK PBB.
d. Jurisdiksi Individu (Ratione Personae)
1. Warga negara dari negara anggota yang melakukan tindak pidana sesuai dengan pasal 12 ayat 2b.[109]
2. Warga negara dari negara bukan anggota yang telah menerima Jurisdiksi Pengadilan berdasarkan pernyataan ad hoc sesuai dengan pasal 12 ayat 3.
3. Terkait dengan tanggung jawab pidana perorangan, pengadilan dapat menjalankan Jurisdiksinya terhadap siapa saja, tidak membedakan baik pejabat pemerintah, kepala negara, anggota parlemen dan lain-lain atau bukan.
4. Pengadilan dapat melaksanakan Jurisdiksinya kepada setiap atasan atau petinggi baik komandan militer atau atasan sipil, yang memiliki komando serta pengawasan yang efektif terhadap bawahannya sesuai dengan pasal 28 Statuta.
b. Konflik-Konflik Yang Ditangani Oleh International Criminal Court
Sejak berdirinya pengadilan, terdapat beberapa kasus yang ditangani oleh ICC. Berdasarkan Jurisdiksi ICC, permasalahan atau kasus yang hanya ditangani oleh mereka ialah kasus setelah berlakunya Statuta Roma pada tanggal 1 Juli 2002. Pembentukan ICC sudah sejak tahun 1998, tetapi mulai berlaku setelah sekitar 60 negara yang sudah meratifikasi Statuta Roma. Dengan demikian, ICC akan menangani suatu kasus yang terjadi setelah tahun 2002. ICC sudah menangani beberapa perkara, terdapat tiga perkara yang ditangani diantaranya konflik Kongo, Uganda, Republik Afrika Tengah dan Sudan.[110]
Konflik Kongo terjadi pada tahun 1998-2003 ketika masa transisi pemerintahan yang mana terdapat kekerasan di daerah Utara dan Selatan, menjatuhkan korban dari suku Hutu-Tutsi sekitar 4 juta jiwa. Diputuskan untuk dibuka penyelidikannya oleh ICC pada tanggal 23 Juni 2004. Jaksa Penuntut sudah mengidentifikasi individu-individu pelaku kejahatan dan sudah mendakwanya dengan pasal-pasal Statuta Roma. Jaksa Penuntut mendakwa Thomas Lubanga Dyilo pendiri Uni des Patriotes Congolais (UPC) dan The Forces Patriotiques pour la Liberation du Congo (FPLC), melakukan kejahatan perang.[111] Surat perintah penangkapan telah dikeluarkan pula pada tanggal 10 Februari 2006, dan pada tanggal 17 Maret menyerahkan diri.
Germain Katanga merupakan Komandan The Forces de Resistance Patriotiques en Ituri (FRPI), ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan pada tanggal 2 Juli 2007 dan menyerahkan diri pada tanggal 17 Oktober 2007. Mathieu Ngudjolo Chui merupakan mantan pemimpin The Front des Nationalistess et Integrationnistes (FNI), surat perintah penangkapan dikeluarkan pada tanggal 6 Juli 2007. Katanga dan Mathieu berdasarkan pasal 25 (3) (a) di dakwa telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.[112]
Bosco Ntaganda yang merupakan mantan wakil Kepala Staf Umum Angkatan Patriotic Forces for The Liberation of Congo (FPLC) dan Kepala Staf The Congres National pour la Defense du People (CNDP), surat perintah penangkapan dikeluarkan pada tanggal 22 Agustus 2006. Ntaganda masih dalam pengejaran ICC. Callixte Mbarushimana merupakan Sekretaris Eksekutif The Forces Democratiques pour la Liberation du Rwanda (FDLR) dan Forces Combattantes Abacunguzi (FCA), surat penangkapan dikeluarkan pada tanggal 28 September 2010 dan berhasil ditangkap oleh Prancis pada tanggal 11 Oktober 2010.
Perkara Republik Afrika Tengah diputuskan dibuka penyelidikannya pada tanggal 22 Mei 2007. Jaksa Penuntut menginvestigasi Jean Pierre Bemba Gombo yang merupakan presiden dan Panglima Movement for The Liberation of Congo (MLC). Surat penangkapan dikeluarkan pada tanggal 23 Mei 2008, ia di dakwa telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.[113] Jean berhasil ditangkap oleh Belgia pada tanggal 24 Mei 2008. Konflik Uganda terjadi antara militer Uganda dengan LRA, diputuskan untuk dibuka penyelidikannya pada tanggal 29 Juli 2004. Jaksa Penuntut menginvestigasi individu-individu yang melakukan tindak pidana seperti Joseph Kony Komandan The Lord’s Resistance Army (LRA), perintah penangkapan dikeluarkan pada tanggal 8 Juli 2005.[114] Vincent Otti wakil ketua Komandan LRA, perintah penagkapan dikeluarkan pada tanggal 8 Juli 2005. Okot Odhiambo wakil Panglima Angkatan Darat LRA, perintah penangkapan dikeluarkan pada tanggal 8 Juli 2005. Dominic Ongwen merupakan Brigade Komandan LRA, perintah penangkapan dikeluarkan pada tanggal 8 Juli 2005. Individu-individu tersebut belum berhasil ditangkap dan masih dalam pengejaran.
Konflik Darfur, tidak hanya Presiden Bashir yang dinvestigasi oleh ICC tetapi ada juga Ahmad Muhammad Harun mantan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Urusan Kemanusiaan.[115] Perintah penangkapan dikeluarkan pada tanggal 2 Mei 2007. Ali Muhammad Ali Abd-al Rahman pemimpin Janjaweed, yang diperintahkan ditangkap pada tanggal 2 Mei 2007. Abdallah Banda Abakaer Nourain merupakan Komandan JEM dan Saleh Mohammed Jamus Jerbo mantan Kepala Staf SLA, perintah penangkapan pada tanggal 27 AGustus 2009. Abdallah dan Saleh di dakwa berdasarkan pasal 25 (3) (a). Kasus-kasus diatas merupakan permasalahan yang ditangani oleh ICC, dalam menjalankan keputusannya individu-inividu yang didakwa ada yang berhasil ditangkap baik dengan menyerahkan diri maupun dengan bantuan pihak ketiga dan adapula yang masih dalam pengejaran.
D. Keputusan Untuk Membuka Penyelidikan Kasus Konflik Darfur
Apabila terdapat individu-individu yang melakukan kejahatan di suatu negara yang menjadi Jurisdiksi Makamah maka mereka akan diproses untuk diadili dan dijatuhkan dakwaan bersalah sesuai dengan kejahatan yang telah mereka lakukan. Kejahatan-kejahatan yang dimaksud apabila terjadi akan diadili apabila dilaporkan atau disampaikan ke ICC oleh negara anggota ICC, DK yang bertindak sesuai dengan BAB 7 Piagam PBB ataupun inisiatif dari Jaksa Penuntut ICC sendiri. Konflik Darfur diserahkan ke ICC oleh DK PBB berdasarkan resolusi nomor 1593 tahun 2005. ICC setelah mendapatkan laporan dari DK, Jaksa Penuntut Luis Moreno Ocampo yang menangani masalah ini dapat memulai penyelidikan atas informasi yang didapatnya. Jaksa Penuntut Ocampo menganalisa dari kebenaran informasi yang diterimanya. Ia mencari informasi untuk menganilsa konflik tersebut dari negara-negara lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi-organisasi antar pemerintah, lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau dari sumber-sumber lainnya yang dipercaya dan dinilai tepat.
Apabila Jaksa Penuntut Ocampo menyimpulkan adanya dasar yang kuat untuk melakukan penyelidikan dari informasi yang diperoleh maka ia akan menyampaikan hal tersebut kepada Pre-Trial Chamber.[116] Hal ini bertujuan untuk meminta wewenang atau kuasa agar dapat dilakukannya penyelidikan lebih lanjut terhadap individu-individu yang terlibat konflik. Laporan yang diberikan tersebut, apabila Pre-Trial Chamber memiliki pandangan yang sama dengan Jaksa Penuntut Ocampo maka Pre-Trial Chamber akan memberikan wewenang tersebut untuk dimulainya penyelidikan. [117] Oleh sebab itu Jaksa Luis Moreno melakukan penyelidikan atas individu-individu yang terlibat didalam konflik Darfur. Pada bulan Juni 2005, pemerintah Sudan mendirikan pengadilan khusus untuk Darfur dimana pengadilan ini mencoba untuk mengadili individu-individu yang melakukan kejahatan seperti perampokan, pemerkosaan, pencurian dan pembunuhan.[118]
Pada bulan November 2005, pemerintah Sudan mengeluarkan keputusan dengan mendirikan dua pengadilan baru yang khusus mengenai pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional. Pemerintah menambahkan pula beberapa komite seperti The Center for The Elimination of Violence Against Women dan orang-orang yang ahli hukum untuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengadilan-pengadilan diatas faktanya tidak dapat bekerja dengan baik. Terdapat pula pihak yang menentang masalah Darfur diselidiki oleh ICC, mereka mencoba memberikan alternatif lain dengan mengusulkan pengadilan lain salah satunya pengadilan ad hoc di Afrika Timur bagi para pelaku kejahatan di Darfur.[119] Alternatif-alternatif yang diberikansama hal nya dengan pengadilan Sudan tidak mampu menjalankan sistem mereka. Pengadilan-pengadilan tersebut juga mempunyai kekurangan dimana mereka tidak memiliki dana untuk persidangan, tidak mempunyai fasilitas-fasilitas persidangan, tidak dapat memberikan perlindungan bagi para saksi-saksi dan lain-lain.
Faktor-faktor tersebut memperkuat bagi ICC untuk melakukan peradilan untuk menyelesaikan konflik Darfur ialah ICC. ICC merupakan pengadilan yang tepat untuk bersidang karena didirkan berdasarkan landasan hukum yang kuat, memiliki banyak negara anggota, memiliki dana untuk bersidang dan investigasi, mempunyai infrastruktur-infrastruktur dan perangkat pengadilan, mendapatkan bantuan dan dorongan dari negara-negara lain.
1. Proses Penyelidikan Konflik Darfur Oleh Jaksa Penuntut International Criminal Court
Jaksa Penuntut Luis Moreno ocampo mempunyai tanggung jawab untuk menerima adanya pelimpahan suatu perkara, informasi-informasi mengenai terjadinya tindak pidana yang merupakan Jurisdiksi ICC, mempelajari informasi-informasi yang diterima dan menganalisa untuk mengetahui perlu dilakukannya investigasi dan tuntutan atau tidak.[120] Pre-Trial Chamber merupakan kamar dari Pre-Trial Division yang berfungsi untuk menguatkan atau menolak otorisasi untuk memulainya investigasi suatu masalah dan memutuskan masalah tersebut masuk kedalam Jurisdiksi. Jaksa Penuntut harus memberikan laporannya kepada Pre-trial Chamber mengenai dilakukannya investigasi, apabila Chamber mempunyai kesamaan dengan Jaksa yakni terdapat alasan yang mendasar dan masuk akal untuk meginvestigasi suatu masalah maka penyelidikan akan dilakukan. Apabila Pre-Trial Chamber tidak melihat adanya alasan tersebut maka tidak akan ada penyelidikan.
Berdasarkan keterangan diatas masalah konflik Darfur pada tanggal 6 Juni 2005 secara resmi dibuka penyelidikannya oleh Pre-Trial Chamber.[121] Penyelidikan masalah ini dilakukan oleh Jaksa Penuntut yang bernama Luis Moreno Ocampo yang berasal dari Argentina. [122] Kantor Jaksa Penuntut yang dipimpin oleh dirinya telah menerima dokumen-dokumen dari International Commission of Inquiry on Darfur mengenai permasalahan yang terjadi. Meminta sumber kepada berbagai pihak untuk mendapatkan informasi, memberikan ribuan dokumen yang berhasil dikumpulkan, melakukan wawancara kepada 50 orang ahli yang independen. Jaksa Luis Moreno mengatakan bahwa penyelidikan yang dilakukannya independen dan adil.[123] Ia mendapatkan bukti atau petunjuk yang menunjukkan adanya operasi militer yang terorganisir, dilakukan oleh pejabat-pejabat Sudan untuk menyerang warga sipil terutama suku Fur, Massalit dan Zaghawa.
Kelompok suku tersebut dijadikan sasaran utama untuk dihancurkan seluruh kesatuan dari kelompok tersebut baik secara fisik maupun mental mereka. Serangan yang ditujukkan kepada mereka untuk membawa mereka ke tempat dan keadaan yang tidak baik, dalam arti mereka akan cepat meninggal jika tetap berada di wilayah konflik dan akan meninggal secara perlahan ditempat pengungsian yang keadaannya sangat tidak layak. Lebih lanjut bukti-bukti tersebut menunjukkan adanya koordinasi antara militer, intelejen, Janjaweed, para menteri Sudan, dan pihak-pihak lainnya yang ikut berpartisipasi dan berkontribusi dalam konflik Sudan.
2. Keputusan Pre-Trial Chamber atas Omar Al Bashir
Setelah Jaksa Luis Moreno melakukan penyelidikan akhirnya ICC melalui Pre-Trial Chamber yang terdiri dari hakim Akua Kuenyehia sebagai ketua, hakim Anita Ušacka dan hakim Sylvia Steiner mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Sudan Hassan Omar Al Bashir. Pre-Trial Chamber mengeluarkan surat keputusan nomor ICC-02/05-01/09 pada tanggal 4 Maret 2009, yang memutuskan Presiden Bashir bersalah dan bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Berdasarkan Statuta Roma pasal 25 ayat 3 (a)[124], Bashir di dakwa telah melakukan tujuh kesalahan yaitu ;[125]
1. Pembunuhan (pasal 7 ayat 1 (a)).
2. Pembantaian atau pemusnahan (pasal 7 ayat 1 (b)).
3. Pemaksaan kekuatan untuk deportasi atau memindahkan penduduk (pasal 7 ayat 1 (d)).
4. Penganiyaan dan penyiksaan (pasal 7 ayat 1 (f)).
5. Pemerkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostisusi, penghamilan paksa, dan kekerasan-kekerasan seksual lainnya (pasal 7 ayat 1 (g)).
6. Penyerangan secara langsung dan sengaja terhadap penduduk sipil, masing-masing penduduk sipil yang tidak ikut serta secara langsung dalam permusuhan (pasal 8 ayat 2 e (i)).
7. Perampasan atau menjarah suatu kota atau tempat, sekalipun tempat itu dikuasai lewat serangan (pasal 8 ayat 2 e (v)).
Keputusan tersebut diambil Mahkamah dengan mempertimbangkan adanya alasan dasar untuk meyakini telah terjadinya kondisi yang dimaksud di dalam pasal 8 ayat 2 (f).[126] Terjadinya sengketa antara pemerintah Sudan dengan kelompok pemberontak SPLM/A dan JEM. Serangan yang dilakukan oleh pemberontak ke wilayah Darfur, dibalas oleh pemerintah dengan memberikan pengerahan kepada pasukan Janjaweed untuk memberikan serangan balasan atas tindakan yang dilakukan oleh pemberontak. Kejahatan perang dilakukan oleh pasukan Janjaweed, polisi sudan, National Intelligence and Security Service (NISS), dan Humanitarian Aid Commission (HAC) dengan serangkaian operasi militer untuk mengatasi para pemberontak dan membuat warga sipil menjadi korban. Kekerasan sistematik bagi masyarakat Darfur khususnya suku Fur, Massalit dan Zaghawa, dimana masyarakat dari suku-suku tersebut mendapat serangan dari Janjaweed yang melakukan kekerasan fisik, mental, seksual dan lain-lain.[127]
Terdapat alasan yang mendasar bahwa Bashir secara de facto dan de jure berkoordinasi dengan pejabat-pejabat tinggi pemerintah Sudan, pemimpin militer. Tidak hanya itu Chamber juga menemukan bukti bahwa peran Bashir lebih dari sekedar berkoordinasi melainkan juga merencanakan dan melaksanakan rancangan serangan yang dibuatnya atas konflik Darfur. Bertanggung jawab terhadap perbuatan yang telah dilakukannya, oleh karena itu Chamber mengeluarkan surat keputusan tersebut.
Jaksa Luis mengatakan bahwa;
“Korban dia adalah warga sipil yang mestinya menjadi kewajiban dia sebagai seorang presiden untuk melindunginya.
Ia juga menyadari proses penangkapan terhadap Bashir tidak akan mudah dan membutuhkan waktu yang lama.[128] Hal tersebut tidak membuatnya putus asa, Jaksa Luis Moreno berkeyakinan bahwa Bashir akan dapat ditangkap dan dibawa kepengadilan untuk disidang. Keputusan Mahkamah untuk memerintahkan penangkapan Bashir selain untuk menghilangkan seorang individu kebal dari hukum juga dikarenakan ingin menegakkan keadilan atas terjadinya konflik Darfur. Selama konflik berlangsung telah terjadi ketidak adilan yang dirasakan oleh warga sipil khususnya masyarakat dari suku Fur, Massalit dan Zaghawa.
Ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat Darfur menurut teori justice John Rawls telah bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan. Setiap manusia pada dasarnya memiliki hak yang sama yang tertanam dalam prinsip keadilan yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun dan dalam bentuk apapun atas nama kepentingan umum.[129] Masyarakat Sudan Selatan tidak memperoleh hak mereka sebagaimana mestinya, kepentingan mereka diabaikan oleh pemerintah. Pemerintah lebih mementingkan kepentingan masyarkat Sudan Utara, mengeksplor Sudan Selatan dan dinikmati oleh Sudan Utara sedangkan rakyat Selatan tidak menikmatinya.
Keadilan tidak membenarkan dikorbankannya kepentingan seseorang atau sekelompok orang demi kepentingan orang banyak. Masyarakat Sudan Selatan keturunan Afrika, berkulit hitam, bergama Kristen dan menganut animisme menjadi korban dari tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah Sudan. Kepentingan dari masyarakat Selatan dikorbankan demi kepentingan masyarakat Utara atas nama kemajuan bangsa. Suatu kehidupan bangsa yang adil dan merdeka dengan sendirinya setiap manusia terjamin akan hak-haknya, dan tidak bisa dijadikan alat tawar menawar politik atau hitung-hitungan bagi kepentingan umum. Ketidak adilan yang dirasakan oleh masyarakat Selatan membuat mereka melakukan perlawanan yang akhirnya dijadikan alat tawar menawar oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Rawls menyebutkan terdapat dua prinsip dari keadilan yaitu; [130]
a) Setiap manusia mempunyai hak yang sama (equality) atas kehidupan mereka, memiliki kesamaan untuk mendapatkan hak-hak fundamental seperti kemerdekaan berpolitik, bebas untuk berfikir, mengeluarkan pendapat baik lisan dan tulisan.
b) Setiap individu berhak berkegiatan didalam bidang ekonomi, politik dan sosial.
Hak-hak fundamental disini berupa kebebasan politik, kebebasan untuk berbicara, kebebasan dalam menjalankan kata hati nurani, kebebasan berfikir, kebebasan dari penindasan psikologi dan serangan fisik, dapat memiliki dan menyimpan barang-barang pribadi. Bebas untuk memeluk agama dan kepercayaan yang mereka yakini, tidak di diskriminasikannya baik agama, ras, suku, kepercyaan, warna kulit dan lain-lain. Terdapatnya akses dalam bidang ekonomi, sosial, politik bagi masyarakat. Ikut berperan dalam pembangunan dengan menduduki atau berada dalam suatu jabatan. Terbukannya akses tersebut harus sama rata tidak dibeda-bedakan siapa yang berhak mendapatkannya.
Masyarakat Sudan Selatan sejak masa kolonial Inggris sampai merdeka sampai pecahnya konflik Darfur, tidak mendapatkan keadilan, kemerdekaan, persamaan yang harusnya mereka dapatkan sebagai bagian dari negara Sudan. Hak-hak fundamental yang menjadi hak mereka sama sekali tidak diberikan oleh pemerintah Sudan. Masyarakat Selatan dikesampingkan oleh pemerintah Sudan, mereka tidak memiliki kebebasan untuk mengeluarkan pendapat baik lisan dan tulisan. Tidak memperoleh kebebasan mereka dalam berpolitik, menduduki suatu jabatan, tidak diikutsertakan dalam pembangunan, dalam pemerintahan, tidak terbukanya akses bagi mereka untuk mengembangkan diri, mendapatkan pengetahuan, pendidikan, tidak mendapatkan pelayanan kesehatan. Tidak hanya itu saja mereka tidak dapat menikmati sumber daya alam yang ada di wilayah mereka karena sumber-sumber tersebut dikuasai oleh pemerintah.
Keadilan diharuskan untuk memperbaiki dan mengakhiri ketidakadilan yang timbul, yang mana semua pihak-pihak yang terkait di dalamnya harus bertindak dengan baik. Tidak hanya isntitusi-insitusi tapi juga hukum atau undang-undang, sistem sosial, tindakan-tindakan khusus seperti keputusan pengadilan. Karena dengan begitu keadilan yang merupakan sistem dari institusi sosial dinilai dapat menjaga nilai dari kebenarannya. Situasi dan kondisi yang dialami oleh masyarakat Darfur jauh dari kata keadilan, hak-hak mereka dirampas secara paksa. ICC dalam hal ini sebagai sebuah institusi yang didirikan untuk menegakkan keadilan berusaha menyelesaikan konflik Darfur agar dapat memberikan keadilan bagi masyarakat yang selama ini hidup menderita. Keputusan Mahkamah untuk menangkap Presiden Sudan supaya mengakhiri kerugian yang tercipta dan meringankan penderitaan yang dirasakan para korban.
a. Respon Internasional Terhadap Keputusan International Criminal Court
Keputusan Mahkamah yang mengeluarkan surat perintah penangkapan kepada Bashir mendapatkan respon yang bermacam-macam dari berbagai pihak. Terdapat pihak-pihak yang setuju dan mendukung keputusan tersebut namun ada pula yang menolak dan menentang keputusan tersebut. Pihak yang menolak keputusan tersebut datang dari actor-aktor dalam negeri Sudan, Bashir, China, Uni Afrika dan Liga Arab. Selain mereka yang menolak terdapat pula pihak-pihak yang mendukung seperti yang dilansir dalam harian Corriere della Sera yang terbit di Italia dengan memberikan pernyataan;[131]
“itu adalah langkah pertama menuju keadilan. Jika Al Bashir diajukan ke Pengadilan Kriminal Internasional-ICC maka keinginan rakyat di Darfur untuk membalas kekejamannya dapat berkurang. Tetapi yang jelas sulit adalah memenjarakan Presiden Sudan itu di penjara di pengadilan Di Den Haag. Tekanan dari dunia internasional kemungkinan juga dapat menyebabkan perkembangan yang mengejutkan di Sudan, sehingga pergantian pemerintah di Khartoum bisa terjadi.”
Surat kabar Swiss Neue Zürcher Zeitung memberikan penilaiannya akan pentingnya tekanan yang diberikan terhadap pemerintah di Khartoum. Pernyataannya yaitu;
“Itulah jalan satu-satunya agar perdamaian dapat tercapai di Sudan. PBB dan Uni Afrika lebih senang menghitung mayat rakyat Darfur, daripada mengambil tindakan terhadap Al Bshir. Kini dunia harus menyadari kegagalan politik Darfur selama ini dan mendukung Pengadilan Kriminal Internasional. Sikap mengalah tidak mungkin berhasil dalam menghadapi orang seperti Al Bashir. Permintaan perintah penangkapan adalah langkah pertama dan diharapkan Penuntut Utama Lusi Moreno Ocampo mampu menjalankan kewajibannya.”
Surat kabar Le Monde Perancis memberikan pula pernyataannya yaitu;[132]
“Mengingat kekejaman yang terjadi di Darfur, tuntutan terhadap Hassan Omar Al Bashir juga harus berat. Presiden Sudan itu yakin akan memperoleh dukungan Liga Arab sehingga dapat menggagalkan upaya apapun dari Pengadilan Kriminal Internasional. Memang itu sudah pernah berhasil. Liga Arab menuntut pengadilan ICC untuk tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri Sudan. Tetapi semua tahu bahwa Al Bashir bersalah maka Liga Arab dan Uni Afrika seharusnya menjauhkan diri dari orang yang merendahkan serta menyiksa di Afrika dan dunia Arab.”
Harian De Volkskrant Belanda sedikit berbeda dengan surat kabar-surat kabar diatas, dimana harian ini lebih memfokuskan terhadap keterbatasan dari hukum internasional dalam masalah Sudan. De Volkskrant memberikan pernyataan;
“Memang Al Bashir harus dihadapkan ke pengadilan. Tetapi perasaan keadilan bukanlah satu-satunya yang penting. Mengingat konstelasi di Afrika sangat rumit, harus dipertimbangkan juga apakah tuntutan dari pengadilan terhadap presiden yang masih memerintah itu mendapat dukungan cukup. Selain itu harus dipertimbangkan apakah penangkapan Al Bashir nantinya malah membahayakan rakyat, organisasi kemanusiaan dan juga tentara perdamaian yang sedang bertugas di Darfur. Faktor-faktor ini menyebabkan tuntutan pengadilan menjadi masalah pelik yang mungkin saja lebih merugikan daripada menolong.”
Perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Mahkamah memang menimbulkan pro dan kontra dikalangan internasional. Penolakan-penolakan keras dari Sudan dan Presiden Bashir serta Cina, Uni Afrika dan Liga Arab merupakan faktor internal dan eksternal yang menjadi kendala bagi ICC untuk melaksanakan keputusan mereka.
***
Pelimpahan perkara Darfur ke ICC oleh DK PBB merupakan salah satu upaya agar konflik Darfur dapat segera berakhir. ICC dalam menjalankan fungsinya menyelidiki suatu masalah harus dilihat dari berbagai macam faktor, apakah layak atau tidak. Pasca penyelidikan konflik Darfur dibuka dan Jaksa Penuntut Moreno Ocampo menerima banyak bukti-bukti, informasi, data-data atas pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Kesemua hal tersebut menunjukkan bahwa Presiden Bashir menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Berdasarkan pasal-pasal yang ada di dalam Statuta Roma sesuai dengan kejadian yang ada Bashir di dakwa bersalah dan diperintahkan untuk ditangkap. Perintah tersebut sayangnya mendapatkan pro-kontra dari berbagai pihak.
[75] “Pengetahuan Dasar Mengenai Perserikatan Bangsa Bangsa”, Kantor Penerangan Perserikatan Bangsa Bangsa (UNIC), Jakarta, Indonesia, hlm. 74.
[76] Komisi ini terdiri dari 5 anggota yang berasal dari Italia, Mesir, Peru, Pakistan dan Ghana. Afrika Selatan bertindak sebagai direktur eksekutif yang dberi tugas untuk menyelidiki laporan atas pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional. International Commission of Inquiry on Darfur didirikan selain untuk menyelidiki apakah terjadi pelanggaran di Darfur juga untuk memutuskan apakah terjadi atau tidaknya genosida, mengidentifikasikan para pelaku kejahatan yang melakukan pelanggaran. Meberikan masukan agar mengambil tindakan bagi mereka yang melakukan pelanggaran harus bertanggung jawab.
[77] http://www.un.org/news/dh/sudan/com_inq_darfur.pdf, diakses pada tanggal 3 Juli 2010 pukul 19.00 WIB.
[78] Hukum Humaniter Internasional (HHI) merupakan aturan-aturan yang dibuat dengan mempertimbangkan kepentingan kemanusiaan dan juga kepentingan militer.
[80] IGAD didirikan pada tahun 1996 merupakan organisasi regional untuk mencapai perdamaian, kemakmuran dan integrasi regional di kawasan.
[81] Perjanjian perdamaian antara pemerintah Sudan dengan kelompok pemberontak, yang dilakukan dibawah naungan IGAD.
[82]http://daccsess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N04/386/26/PDF/N0438626.pdf, diakses pada tanggal 03 Mei 2010 pukul 21.00 WIB.
[83]http://daccsess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N04/446/02/PDF/N0444602.pdf, diakses pada tanggal 03 Mei 2010 pukul 21.00 WIB.
[84]http://daccsess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N04/515/47/PDF/N0451547.pdf, diakses pada tanggal 03 Mei 2010 pukul 21.00 WIB.
[85]http://daccsess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N04/616/89/PDF/N0461689.pdf, diakses pada tanggal 03 Mei 2010 pukul 21.00 WIB.
[86]http://daccsess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N05/266/38/PDF/N0526638.pdf, diakses pada tanggal 03 Mei 2010 pukul 21.00 WIB.
[87]http://daccsess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N05/274/44/PDF/N0527444.pdf, diakses pada tanggal 03 Mei 2010 pukul 21.00 WIB.
[88]http://daccsess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N05/284/08/PDF/N0528408.pdf, diakses pada tanggal 03 Mei 2010 pukul 21.00 WIB.
[89]http://daccsess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N05/287/89/PDF/N0528789.pdf, diakses pada tanggal 03 Mei 2010 pukul 21.00 WIB.
[90]http://daccsess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N05/292/73/PDF/N0529279.pdf, diakses pada tanggal 03 Mei 2010 pukul 21.00 WIB.
[92] Bhatara, Ibnu Reza, “International Criminal Court: Suatu Analisis Mengenai Order Dalam Hubungan Internasional”, Program Studi Ilmu Politik, Pascasarjana, Universitas Indonesia 2002, hlm. 49.
[93] Op.cit, hlm. 50.
[94]http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2006/11/13/LN/mbm.20061113.LN122248.id.html, diakses pada tanggal 5 Agustus 2010 pukul 15.20 WIB.
[95]http://www.pusham.uii.ac.id/berkacapadatokyodannuremberg.pdf, diakses pada tanggal 7 Juli 2010 pukul 19.47 WIB.
[96] Command responsibility merupakan bentuk pertanggung jawaban seorang pemimpin atas tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak buahnya, baik pemimpin militer maupun sipil.
[97] Rudi M. Rizki, Loc.cit, hlm. 278.
[98] Konvensi mengenai perlindungan terhadap korban perang sengketa bersenjata non-internasional.
[99] “Statuta Roma, Mahkamah Pidana Internasional Mengadili: Genosida, Kejahatan terhadap Kemanusiaan, Kejahatan Perang, Agresi”, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta, 2000, hlm. ix.
[100] William A. Schabas “An Introduction to The International Criminal Court”, Second Edition, Cambridge University Press 2004, hlm. 176.
[101] Pasal 34 Statuta Roma.
[102] William A. Schabas Op.cit, hlm. 176.
[104] Op.cit, hlm. 198.
[105] Ibid, hlm. 197.
[106] Op.cit, hlm. 200.
[107] Op.cit, hlm. 198.
[108] Rudi M. Rizki, Loc.cit, hlm. 383.
[109] Ibid, hlm. 384.
[110] http://www.icc-cpi.int/Menus/ICC?lan=en-GB, diakses pada tanggal 23 November 2010 pukul 20.37 WIB.
[111]http://www.icc-cpi.int/Menus/ICC/Situations+and+Cases/Situations/Situation+ICC+0104/, diakses pada tanggal 10 November 2010 pukul 22.57 WIB.
[113]http://www.icc-cpi.int/Menus/ICC/Situations+and+Cases/Situations/Situation+ ICC+0105/, diakses pada tanggal 10 November 2010 pukul 23.00 WIB.
[114]http://www.icc-cpi.int/Menus/ICC/Situations+and+Cases/Situations/Situation+ ICC+0204/, diakses pada tanggal 10 November 2010 pukul 23.15 WIB.
[115]http://www.icc-cpi.int/Menus/ICC/Situations+and+Cases/Situations/Situation +ICC+0205/, diakses pada tanggal 10 November 2010 pukul 23.28 WIB.
[116] Rudi M. Rizki, Loc.cit, hlm. 370.
[118] Sharon Alavi, Loc.cit, hlm. 80.
[119] Ibid, hlm. 83.
[120] Rudi M. Rizki, Loc.cit, hlm. 372.
[121]http://www.icc-cpi.int/Menus/ICC/Situations+and+Cases/Situations/Situation+ICC+ 0205/, diakses pada tanggal 16 April 2010 pukul 23.50 WIB.
[122] Luis Moreno Ocampo lahir pada tanggal 4 Juni 1952, mantan Jaksa Pengadilan Pidana Buenos Aires di Argentina. Pada tanggal 16 Juni 2003 menjadi Jaksa Penuntut ICC.
diakses pada tanggal 16 April 2010 pukul 23.20 WIB.
[124] Seseorang bertanggung jawab secara pidana dan dapat dikenai hukuman atas suatu kejahatan yang menjadi Jurisdiksi Mahkamah, dimana individu tersebut melakukan suatu kejahatan baik sebagai pribadi sendiri, bersama orang lain atau lewat seseorang lain tanpa memandang apakah orang lain tersebut bertanggung jawab secara pidana.
[125]http://www.icc-cpi.int/menus/icc/situationsandcases/ situations/situationicc0205/relatedcases/icc02050109/icc02050109, diakses pada tanggal 16 April 2010 pukul 22.45 WIB.
[126] Terdapat sengketa bersenjata yang berlangsung dalam wilayah suatu negara apabila terjadi sengketa bersenjata yang berkelanjutan antara para pejabat pemerintah dan kelompok bersenjata terorganisasi atau antara kelompok-kelompok semacam itu.
[127]http://www.icc-cpi.int/menus/icc/situationsandcases/ situations/situationicc0205/relatedcases / icc02050109/icc02050109, Op.cit.
[128]http://rol.republika.co.id/berita/35516/ICC_Keluarkan_Surat_Penangkapan_Presiden_Sudan, diakses pada tanggal 13 Juli 2010 pukul 21.50 WIB.
[129] John Rawls, Loc.cit, hlm. 3.
[130] Op.cit, hlm. 53.
[131] http://www.lintasberita.com/go/131064, diakses pada tanggal 3 Juli 2010 pukul 20.57 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar